6.11.12

Kamera Smartphone Sebagai Sebuah Pilihan


Sering sekali saya di tanya, apakah hasil kamera dari phone cell bagus? Atau tidak jarang juga menemukan sikap skeptis dari pada fotografer profesional terhadap mobigrafi.

Sama seperti kamera lubang jarum atau lomografi, mobile (phone) kamera hadir sebagai sebuah pilihan, bukan pengganti. Pilihan yang muncul dari dorongan kepraktisan dan konvergensi gadget.


Saat ini adalah era keemasan dalam dunia fotografi. Saat ini ada 200 juta foto per hari yang diupload hanya ke facebook dan 500 juta foto per hari di Instagram. Ini belum termasuk foto-foto yang diupload ke media sharing lain. Dan ini tidak lepas dari hadirnya kamera pada smartphone dan phone cell. Tidak ada masa, sebelum sekarang, foto menjadi sepopuler ini. Bahkan tidak ada masa sebelum sekarang di mana 3 dari 5 orang memiliki kamera dalam genggaman - dalam bentuk phone cell. Diakui atau tidak, cell phone camera telah menjadi bagian dari fotografi.


Saat Kamera Smartphone Pun Bercerita

Fotografi seumpama musik. Kita tidak boleh lupa - instrumen seorang musisi seperti pilihan kamera fotografer, hanya bagian dari seni yang diciptakan. Ketika musik dimainkan, pilihan piano atau gitar tidaklah relevan. Yang penting adalah harmoni dan musik tsb menimbulkan kesan yang kuat dan pada akhirnya menimbulkan ketakjuban penonton. Serupa denga fotografi, perangkat penangkap gambar atau filter tidak relevan dalam menghadirkan sebuah gambar yang memiliki pesan yang kuat.

Kamera cell phone awalnya hanya digunakan untuk kebutuhan pribadi. Memotret momen sederhana untuk dibagikan dan menjadi cerita ringan bagi kerabat atau keluarga kita. Seperti foto makan siang kita untuk ditunjukan pada teman-teman kita, atau foto keponakan kita yang lucu untuk ditunjukan pada famili kita.

Keinginan untuk bercerita ini yang menjadi dorongan dari mobigrafi. Keinginan untuk menyampaikan mood, perasaan akan sesuatu, yang akhirnya membuat mobigrafi berkembang sampai saat ini.

Yang mengecewakan adalah pembicaraan saat ini didominasi mengenai gadget apa yang digunakan, atau filter/aplikasi editor yang dipilih. Padahal jauh melampaui itu, ada cerita yang disampaikan dan itu seharusnya yang menjadi topik diskusi fotografi. Bagi saya saat melihat foto, hanya ada dua hal yang terlihat, foto tsb berbicara sesuatu atau hanya menunjukan gambar.

Smartphone telah mendemokratisasi fotografi, dan foto media sharing seperti Instagram, telah memberi kita sebuah wahana  yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memajang galeri foto kita. Tapi bukannya mengagumi semua pilihan, ada beberapa orang yang menggerutu dan mencibir.
Apa yang terjadi saat ini mirip saat kamera Kodak Brownie muncul tahun 1900. Sebuah kamera murah yang dengan mudah bisa digunakan oleh setiap orang saat itu, namun itu tidak sekonyong-konyong membuat orang menjadi Ansel Adam.

Aplikasi foto tidak akan secara ajaib membuat foto menjadi lebih bagus, seperti rasa yang lebih baik dari komposisi, pencahayaan, atau framing. Aplikasi dan filter hanya mengubah tampilan foto dan nuansa estetika, tidak membuat foto menjadi bagus.


Next...


Kamera phone cell, khususnya smartphone, semakin canggih. Jika sebelumnya hanya ada pilihan night mode, maka saat ini kamera smartphone memiliki pengaturan yang lebih lengkap, dari ISO, metering, white balance, hingga touch focus. Sensor mega pixel pun semakin besar. Saat ini tercatat Nokia Pure Life sebagai kamera phone cell bermegapixel terbesar, 41MP. Ke depannya akan semakin jauh berkembang. Kamera smartphone akan menjadi mata dan telinga kita di tengah-tengah dunia maya. Saat itu sudah dimulai sekarang, dengan semakin rampingnya kamera-kamera mirror less dengan hasil setara DSLR, munculnya kamera non DSLR full frame pertama (Sony RX-1), dan OS mobile Android menjadi tenaga untuk kamera saku (Samsung Galaxy Camera dan Nikon Coolpix S800c). Sebentar lagi tidak mengagetkan jika muncul kamera full frame dengan kemampuan komunikasi seluas smartphone, dan kita akan semakin bingung melebelkan gadget tsb.


Jadi mari kita merangkul fotografi, seperti yang telah ada sekarang. Dan mari kita lanjutkan untuk menemukan perspektif, cerita dan gaya kita, terlepas dari instrumen kamera yang digunakan.




0 komentar:

Posting Komentar